Kecepatannya sangat fantastis, 270,49 mil per jam atau 434 km per jam. Dia adalah Hennessey Venom GT, mobil tercepat sejagat. Kecepatannya melebihi kereta api yang hanya 250- 300 km per jam. Hennessey Venom memecahkan rekor mobil tercepat sebelumnya yaitu mobil super Bugatti Veyron yang pernah menyentuh angka speedometer 269,86 mil per jam atau 431 km per jam.
Sejak diluncurkan tiga tahun lalu produksi hanya 11 unit Tidak heran harganya juga fantastis US$l,25-juta setara Rp 16-miliar. Salah satu pemicu harga tinggi suatu produk adalah keterbatasan jumlah. Apalagi jika permintaan tinggi. Keterbatasan produk di pasar itulah yang menginspirasi Juwita di Sumedang, Jawa Barat
Lantaran produk terbatas, harga cepiukan membubung tinggi. Harga buah tanaman anggota keluarga Solanaceae itu di pasar swalayan Rp500.000 per kilogram. Meiihat prospek pasar yang cukup besar sementara ketersediaan terbatas, ia memutuskan untuk menanam Physalis peruviana sejak awal 2015. Semula ia hanya menanam 100 batang. Kini populasinya menjadi 800 batang.
Padahal, selama ini cecenet-nama lain ceplukan-identik dengan tanaman liar yang tak pernah dibudidayakan. Juwita jeli membaca keadaan itu dan segera menanam tanaman liar itu. Afroni Akhmad di Malang, Jawa Timur dan Hendri Apriyanto di Cianjur, Jawa Baratjuga mengebunkan komoditas baru, yakni butternut. Dari berkebun butternut Afroni mampu meraup pendapatan yang fantastis, Rp 1,2-miliar dalam satu tahun.
la mengantongi pendapatan itu dari hasil penjualan 40 ton butternut squash. Harga terendah Rp30.000 per kilogram. Setali tiga uang dengan Afroni, Hendri mampu mengantongi penghasilan hingga Rp300-juta dalam setahun dari berbisnis tanaman anggota famili Cucurbitaceae tu. Berkebun butternut squash memang menguntungkan lantaran ceruk pasar terbuka ebar. Hendri saja baru memenuhi 20% dari total permintaan pasar.
Pekebun juga harus jeli terhadap kondisi iklim dan lingkungan. Jika tidak bisa-bisa harus merugi seperti Antonius Marsudi Nugroho di Gunungkidul, Yogyakarta. Pekebun butternut harus waspada saat musim penghujan. Musim penghujan serangan cendawan kerap muncul. Ujung- ujungnya kualitas dan kuantitas buah pun anjlok. Tidak tanggung-tanggung, kerugian produksi yang ditimbulkan bisa mencapai 50-100%.
Peluang bisnis tak selamanya datang dari komoditas baru. Melon misalnya. Meski tergolong barang lama tetapi geliat bisnisnya masih menggiurkan. Saat ini melon-melon manis banyak diminati konsumen. Tingkat kemanisan melon yang diminati mencapai 14-16°briks. Dengan keunggulannya itu konsumen pun rela merogoh kocek lebih tinggi untuk dapat menikmatinya.
Lihat saja Tatang Halim, berapapun melon yang ia produksi selalu ludes di pasaran. Melon eksklusif itu dipatok mencapai Rp30.000 per kilogram. Cucumis melo itu dikategorikan eksklusif lantaran citarasa yang manis dengan harga jual yang tinggi di pasaran.
Munculnya ide beragribisnis bisa datang dari mana saja. Seperti pengalaman M Faturrahman di Subang, Jawa Barat. Peternak lele itu semula membutuhkan tubifex untuk keperluan sendiri. Namun karena permintaan peluang pasar yang terbuka lebar, ia kemudian memproduksinya. la mampu menjual 800 liter per bulan.
Dengan harga jual Rpl5.000-17.000 per liter, Faturrahman mendapatkan Rpl2-juta-Rpl3,6- juta saban bulan.
Berbisnis dengan konsep unikjuga diaplikasikan Belinda Mustika Wijaya, di Bandung, Jawa Barat Jika kebanyakan orang menanam sayuran menunggu sampai puluhan hari kemudian menjualnya, Belinda justru sebaliknya. la membudidayakan mustard cress, red amaranthus, bit merah, kale, dan lobak lalu menjualnya dalam bentuk kecambah. Kecambah itu kerap disebut micro green.
Masa produksi kecambah tergolong singkat, hanya 5-9 hari. Dengan waktu produksi yang singkat itu ia mampu menjual Rp 17.000-38.500 per kemasan mikro green berisi 20-50 gram.
Ide bisnis Belinda bermula dari sang ayah yang terkena hipotiroid kondisinya membaik karena konsumsi mikro green. Melihat ceruk pasar yang terbuka, kini Belinda membangun dua greenhouse untuk menanam kecambah sayuran itu.
Peluang dan kebutuhan yangterus meningkat menjadikan agribisnis kian menjanjikan. Masa produksi yang singkat, laba tinggi, dan kebutuhan lahan yang relatif sempit-kurang dari 1 hektare. Namun jangan lalai dengan risiko yang mengintai. Arief Daryanto MEc PhD mengingatkan agar para pelaku bisnis mampu mengatasi hambatan- hambatan yang ada. Produk rusak, gagal panen, serangan organisme pengganggu, atau penipuan harus diprediksi sedari awal. Karena itu berbanding lurus dengan hasil yang bakal dipetik. (Desi Sayyidati Rahimah/Peliput: Argohartono Arie Raharjo)
0 comments:
Post a Comment